Sabtu, 21 Januari 2012

LAGA KAMI PUTRA-PUTRI KARAWITAN GITA NIRWANA SMA NEGERI 1 PACITAN

Hari itu, Selasa, 22 November 2011, merupakan suatu hari bersejarah dalam perjalanan Seni Karawitan Gita Nirwana SMA Negeri 1 Pacitan. Di hari yang sangat menentukan itu, kami siswa siswi Seni Karawitan Gita Nirwana SMA Negeri 1 Pacitan dengan didampingi beliau Bapak Kepala Sekolah dan keenam Guru Pembimbing serta tiga orang Tim Perias, berlaga di Universitas Tarumanagara Jakarta untuk mengikuti tradisi Lomba Karawitan Jawa Antar SMA/SMK Tingkat Nasional tahun 2011. Perlombaan itu memiliki kisah yang sungguh sangat mengesankan, mengagumkan, membanggakan, dan bahkan mendebarkan. Seluruh rangkaian cerita itu, baik yang mengagumkan maupun yang mendebarkan akan kami ungkapkan dalam coretan ini.
Jakarta, 22 November 2011. Bus Aneka Jaya berlabel Kabupaten Pacitan, mulai melambat memasuki halaman depan kampus 1 gedung Universitas Tarumanegara yang letaknya bersebelahan dengan gedung Universitas Trisakti. Bus yang telah membawa kami dari kediaman Bapak Subroto di daerah Pasar Rebo, Jakarta Timur itu pun akhirnya lolos dari kemacetan kota metropolitan Jakarta dan memasuki halaman depan Universitas Tarumanagara, Jakarta Barat. Perasaan syukur, lega, tegang, dan takut bercampur aduk mewarnai suasana hati kami semua saat pertama melangkahkan kaki di halaman gedung UnTar menuju tempat lomba hari itu. Bagaimana tidak? Kejadian demi kejadian kami lalui pagi itu. Perasaan optimis dan semangat kami yang membara pagi itu hampir saja terenggut, hanya dikarenakan sopir bus yang membawa kami waktu itu lupa dengan jalan menuju UnTar. Kegaduhan mulai terjadi ketika para Guru kami menyadari jalan yang kami lalui itu telah lewat dari jalan menuju UnTar. Tersontak, kami pun kaget dan bingung dengan hal itu, waktunya sudah sangat mendesak sekali. Kami yang sudah rela mengorbankan waktu tidur kami malam itu untuk disanggul, dirias, dan pagi-pagi sekali kami sudah harus siap rapi dengan pakaian kebaya bertapih dan juga beskap, akankah tidak berbuah apapun karena kami terlambat sampai ditempat tujuan untuk berlomba sebagai wakil dari Jawa Timur? Perasaan kami semua sudah mulai menciut, hanya para Guru kami yang masih optimis, dengan rasa percaya diri yang tinggi bahwa keadaan pasti akan lebih baik, beliau-beliau memberi kami nasehat agar semangat kami kembali muncul, dan berdiskusi dengan para sopir yang telah teledor dan membuat moment penting kami hari itu menuai masalah.
Diskusi yang mereka lakukan saat itu berjalan dengan alot. Hal itu terlihat dari pihak sopir yang nampaknya tidak mau disalahkan dan sibuk memencet-mencet tombol handphone untuk mencari pemecahan masalah itu dengan menelepon rekan mereka yang tahu tentang seluk beluk jalan di Jakarta dan bagaimana kami bisa sampai di UnTar tepat pada waktunya. Sedangkan dari pihak Guru sangat kecewa dengan sikap mereka yang hampir mengacaukan moment penting sekolah kami dalam mengikuti perlombaan itu. Para Guru menyesalkan sikap mereka yang tidak mau bertanya saat pak sopir itu lupa letak jalan ke UnTar. “Jika dia merasa sudah lupa, seharusnya mereka bertanya kepada kami, apa dia pikir diantara kami itu tidak ingat juga?” kata salah satu Guru kami yang cukup kesal pada saat itu. Kami, para siswa hanya bisa berdoa dan berharap supaya kami bisa sampai di tempat lomba pada waktu yang tepat. Bayang-bayang akan keterlambatan, diskualifikasi, kata-kata panitia yang marah dengan keterlambatan kami, terngiang dalam pikiran sehingga membuat kami bingung dan ingin menangis. Tidak terbayang bagaimana jadinya, jika usaha dan kerja keras yang kami lakukan untuk berlatih selama berbulan-bulan itu, serta pengorbanan kami semalam akan sirna begitu saja tanpa bekas, dan nama kami akan menjadi buruk hanya dengan sebuah kejadian sepele yang membawa akibat fatal.

Namun, Alhamdulillah. Ucapan syukur itu segera kami panjatkan tiada henti setelah para sopir itu menemukan jalan memutar untuk kembali ke jalan menuju UnTar. Ketegangan kami tetap belum berakhir selama kami masih belum dapat memastikan bahwa jalan ini akan membawa kami ke UnTar. Dan ketika bus kami telah sampai dihalaman UnTar, barulah kami mampu membuka mata dan pikiran dalam kesadaran setelah mengalami kejadian yang benar-benar tidak terduga dan sangat menegangkan yang baru saja terjadi. Langkah demi langkah kami menuju ke ruangan tempat kami berlomba, yang tepatnya berada di lantai delapan yaitu ruang seni dan pementasan. Kami semua menuju ke lokasi dengan menaiki lift. Rasa syukur kami kembali terucap tiada putus setelah kami tahu bahwa acara pembukaan belum dimulai, jadi kami masih memiliki cukup waktu untuk bersiap-siap sambil melupakan kejadian buruk yang baru saja terjadi dan mengembalikan semangat untuk berlomba dan menampilkan yang terbaik yang merupakan tujuan awal dan terbesar dari kedatangan kami jauh-jauh dari kota seribu satu goa, Pacitan.
Sambil menunggu acara pembukaan dimulai, berbagai persiapan kami lakukan. Sebelum memasuki ruangan lomba, kami mencoba memperbaiki dan memunculkan kembali semangat dan kepercayaan diri yang nyaris goyah itu. Satu per satu kami melangkahkan kaki menuju ruangan lomba, namun saat itu sudah dengan semangat dan PD yang kembali pulih. Kami lihat diantara semua peserta yang hadir, hanya dua peserta saja yang lengkap mengenakan busana Jawa dengan konde dan kebaya untuk peserta puteri dan beskap bertapih serta blangkon untuk peserta putera. Hal itu, semakin menambah kepercayaan diri kami untuk tampil dihadapan Dewan Juri dan semua peserta. Tiba saat nya acara pembukaan dimulai. Acara demi acara pun mulai dilaksanakan sesuai dengan rancangan yang telah diatur sedemikian rupa. Mulai dari menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya, pertunjukan kegiatan pameran dan pelestarian budaya Indonesia yang dilaksanakan mahasiswa UnTar lewat tampilan presentasi, kemudian tampilan tari Gambyong dengan iringan musik karawitan mahasiswa UnTar, dan dilanjutkan sambutan-sambutan dari beliau Bapak Rektor UnTar, Dekan Jurusan Seni dan Sastra UnTar, Ketua Dewan Juri, dan Ketua Panitia Penyelenggara acara. Setelah sambutan-sambutan selesai, Bapak rektor UnTar pun secara resmi membuka acara pameran dan Lomba Karawitan Jawa Antar SMA/SMK Tingkat Nasional tahun 2011dengan memukul gendang, maka acara yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Lomba Karawitan pun dimulai.
Sorak sorai dan riuh suara para peserta semakin mewarnai suasana lomba saat itu. Kami mendapatkan urutan tampil ke tujuh dari delapan peserta yang berlomba pada saat itu. Peserta pertama, kedua, ketiga hingga urutan peserta keenam mulai dipanggil dan menampilkan aksi terbaik yang telah mereka persiapkan jauh-jauh hari sebelum acara itu dilangsungkan. Dan, tiba saat kami mendapatkan panggilan untuk tampil. Inilah saat yang sangat menentukan. Untuk pertama kalinya kami menampilkan aksi kami di depan Dewan Juri untuk dinilai, awalnya rasa grogi sedikit terasa mengganggu konsentrasi dan ketenangan. Ini memang hal yang wajar terjadi saat akan menghadapi sebuah moment besar dan penting apalagi untuk yang pertama kalinya bagi tim kami di tahun ini. Namun mendekati detik-detik untuk tampil kami mulai termotivasi kembali lewat petuah Pembina-pembina kami serta semangat dari teman-teman satu tim yang semakin mengompakkan dan memberi harapan cerah bahwa kami pasti bisa menampilkan yang terbaik. Kami tidak akan menyia-nyiakan dan membiarkan begitu saja pengorbanan waktu dan tenaga yang telah kami lakukan untuk berlatih mempersiapkan lomba selama ini. Kami harus bisa menjadi yang terbaik dan kembali bertahan menjadi juara pertama. Kata itu selalu terngiang-ngiang dalam hati. Sehingga kami pun bertekad harus benar-benar tampil maksimal karena menyadari tanggung jawab yang ada pada pundak kami lewat kepercayaan sekolah, para Pembina, hingga kakak-kakak alumnus SMA yang meskipun ditengah kesibukan mereka telah berusaha menyempatkan diri menyaksikan penampilan lomba kami hari itu dan mengharapkan hasil yang terbaik.
Peserta urutan ke tujuh mendapat panggilan untuk tampil, maka tibalah saat kami harus menampilkan aksi karawitan kami. Dengan penuh semangat dan kepercayaan diri yang tinggi, kami melangkah menuju panggung tempat kami berlaga saat itu, dimulai dari penghormatan, kemudian diselingi dengan acara foto-foto bersama dengan para civitas akademika yang hadir pada saat itu, lalu menempati tempat dimana gamelan kami masing-masing berada, dan acara puncak kami pun dimulai. Kami akan memainkan dua lagu sesuai dengan ketentuan lomba, yaitu satu lagu wajib yang berjudul “Menthog-menthog dan Kupu Kuwi” serta satu lagu pilihan yaitu “Eling-eling Banyumas”. Kami memulai aksi kami dan bunyi gamelan dari Karawitan Gita Nirwana SMA Negeri 1 Pacitan pun bergema memenuhi ruangan lomba saat itu. Buah dari latihan kami selama kurang lebih tiga bulan itu akan ditentukan lewat penampilan kami saat itu. Aksi dan ekspresi dari teman-teman saat itu sungguh sangat meyakinkan, penampilan kami saat itu laksana primadona yang sangat ditunggu-tunggu dari kedelapan peserta yang lain, karena kami sendiri pun terkesan dengan apa yang telah kami tampilkan. Kami merasa bangga dan berusaha untuk menampilkan yang terbaik.
Tidak terasa waktu tiga bulan untuk berlatih itu telah berlalu, kini kami benar-benar harus menampilkan yang terbaik. Rasa nervous telah hilang berkat support dan semangat dari diri masing-masing. Akhirnya lagu wajib “Menthog-menthog dan Kupu Kuwi” pun berhasil kami bawakan dengan cukup memuaskan, karena pada ending lagunya terdapat sedikit kekeliruan. Dalam diri kami bertanya-tanya, kok endingnya jadi berbeda ? Tetapi hal ini tidak menjadikan kami grogi, kami tetap bermain dengan enjoy seakan tidak ada kekeliruan sama sekali. Dan pada kesempatan lagu yang kedua yaitu lagu pilihan “Eling-eling Banyumas”, kami membayar semua kekeliruan kami pada lagu wajib tadi dengan memberikan penampilan paling luar biasa dan menunjukkan bahwa itulah kami, Karawitan SMA Negeri 1 Pacitan yang tak terkalahkan ! Kami yakin penampilan kami di lagu pilihan ini akan menjadi senjata pamungkas kami untuk mengalahkan peserta-peserta yang lain, dan kami optimis semua kekurangan kami akan terbayar dengan penampilan kedua ini.
Dengan bekal perasaan yang optimis, kami pun mampu membuktikan segala perkataan kami bahwa kami memang telah menampilkan semua kemampuan kami saat itu. Setelah kedua lagu selesai kami bawakan, kami memulai penghormatan, dan satu per satu menuruni panggung menuju ke luar ruangan lomba itu. Sesampainya diluar, isak tangis bahagia dan kebanggaan menetes tiada henti dari mata kami, air mata keharuan dan ketidakpercayaan bahwa kami telah berhasil menampilkan hal yang tidak pernah kami tunjukkan selama latihan yaitu kekompakan dan keselarasan yang baru saja kami lakukan. Ini semua tidak terlepas dari jasa para Pelatih dan Pembina kami yang dengan gigih selalu membimbing dan melatih kami dengan sabar dan telaten. Kami sadar jika dulu kami tetap bertindak semau kami sendiri dan tidak mengindahkan nasehat beliau-beliau itu, pasti saat ini kami tidak akan mampu memberikan tampilan seperti yang baru saja kami berikan. Dan yang terpenting, ini semua karena kerja keras dan usaha kami selama tiga bulan terakhir untuk berlatih dengan giat tanpa mengenal lelah, dan harus rela membagi waktu antara belajar dan latihan. Kini, tinggal satu lagi harapan terbesar kami, semoga apa yang menjadi cita-cita seni Karawitan Gita Nirwana SMA Negeri 1 Pacitan untuk menjadi yang terbaik, mampu mempertahankan prestasi tahun lalu terwujud saat ini.
Saat para Juri sedang mendiskusikan hasil perlombaan itu untuk diputuskan para juaranya, kesempatan diisi dengan acara bebas bagi para peserta yang ingin menunjukkan aksinya dihadapan rekan-rekan peserta yang lain, sekaligus sebagai penghibur mereka di waktu break ini. Itulah saatnya bagi kami untuk menunjukkan kemampuan dalam penampilan extra dihadapan hadirin dengan menampilkan tari Gambyong yang dibawakan oleh dua rekan kami dari Seni Tari SMA Negeri 1 Pacitan dengan iringan lagu Pangkur dari Seni Karawitan Gita Nirwana. Harapan kami tampilan tari Gambyong yang dibawakan oleh kedua rekan kami mampu membalas kekecewaan penonton akan tampilan tari Gambyong persembahan mahasiswa UnTar pada acara pembukaan tadi. Karena penampilan rekan kami kali ini jauh lebih bagus dan lebih pantas untuk dipertontonkan dalam sebuah acara. Para penabuh gamelan serta penyinden dan penggerong pun juga bersemangat dalam memainkan alat serta menyanyi untuk mendukung tarian kedua penari kami itu. Setelah tampilan itu selesai, tidak hanya sampai disitu saja aksi ekstra yang kami tampilkan. Di bawah komando Bapak Sugito, salah satu pelatih Karawitan kami yang paling lucu diantara yang lain, kami menampilkan lagi sebuah gending yang berjudul Posdaya. Tepuk tangan dan partisipasi dari para hadirin semakin menambah semangat kami untuk menampilkan yang terbaik. Dan setelah kami menuruni panggung untuk memberi kesempatan kepada sekolah lain untuk berekspresi dengan tampilan mereka, pak Gito kembali beraksi mengajak rekan-rekan penyinden dan penggerong untuk tampil lagi mengisi suara dari gending yang dibawakan oleh mereka; diantaranya gending Aja Lamis, dan Mari Kangen. Sekali lagi tepuk tangan yang meriah kembali diberikan kepada kami dan juga kepada para peserta yang tampil tersebut. Secara tidak langsung apa yang telah kami tampilkan tersebut mampu menunjukkan kepada peserta yang lain bahwa kami, Seni Karawitan Gita Nirwana SMA Negeri 1 Pacitan mampu melakukan aksi-aksi yang lebih, dan ini sebagai tanda bahwa kami siap dan pantas untuk menjadi yang terbaik. Ini pun tidak terjadi dengan mudah begitu saja, tetapi kami berani mengatakan dan mengharapkan hal ini karena kami telah melalui latihan yang cukup lama dan kerja keras serta kesungguhan untuk mampu menampilkan seperti apa yang baru saja mereka saksikan. Jadi dengan bekal itu, serta melihat penampilan tadi, kami berani mengatakan bahwa kami siap menjadi yang terbaik!
Namun, kali ini kami harus merelakan usaha keras, pengorbanan, dan doa yang selalu kami panjatkan untuk menjadi yang terbaik, karena ternyata Allah berkehendak lain. Hari ini ego kami di ketuk dengan sebuah peringatan lembut lewat pengumuman ketua dewan juri bahwa penampilan kami tadi mendapatkan reward juara 2. Itu artinya impian kami untuk menjadi yang nomor satu dan berhasil mempertahankan prestasi tahun lalu lenyaplah sudah. Gagal ! Betapa kecewa hati kami tak terlukiskan lagi ! Banyak diantara kami yang menaruh kecurigaan akan ketidakjujuran dewan juri dalam menentukan pemenang lomba. Namun apa mau dikata, hal ini telah diputuskan. Protes hanya akan menjadikan masalah saja. Akhirnya kami menerima semua ini dengan lapang dada dan kedewasaan. Walaupun kami tidak menjadi juara satu, tetapi kami tetap yang terbaik, kami telah menampilkan yang terbaik dan kami lebih mencintai kejujuran dari pada harus menang dengan sebuah kecurangan. Oleh karena itu, juara dua yang kami peroleh ini adalah hasil terbaik kami, yang sebenarnya lebih baik dari kualitas penampilan sang pemenang yang dimenangkan pada saat ini.
Beberapa diantara kami memang masih belum percaya dengan apa yang terjadi, mereka masih terus ingin memprotes hasil lomba ini, namun para Pembina dan beberapa diantara kami saling mengingatkan satu sama lain untuk senantiasa berkepala dingin. Tanpa diprotes pun, para pendengar dan panitia yang ada disana itu sesungguhnya telah tahu dan menduga dengan kuat bahwa kamilah yang terbaik itu.
Secara langsung, semua kejadian yang kami alami hari itu, telah memberikan nasehat sekaligus teguran kecil bagi kami untuk tidak terlalu menyombongkan diri dengan apa yang ada pada kami, tetapi tetaplah menjadi pribadi yang selalu rendah hati dengan apa yang telah dianugerahkan Allah. Kita boleh berharap dan bercita-cita setinggi bintang, namun tidak boleh lupa dengan rintangan dan tantangan dalam perjalanan untuk menujunya. Hal ini menjadikan kami lebih memahami akan arti sebuah kehidupan dan permainannya, dimana kejujuran sungguh mahal harganya sehingga dia sangat mulia dibandingkan dengan apapun. Namun sayangnya, berapa gelintir manusiakah yang saat ini mau menjunjung tinggi dan mempertahankannya dalam kehidupan ???
Realitas ini telah menjawab semua pertanyaan besar kami selama ini. Dan kami akan berusaha maksimal pada lomba tahun depan. 

1 komentar:

Anonim mengatakan...

saya kagum atas perjuangan adik2ku Seni Karawitan Gita Nirwana SMA Negeri 1 Pacitan yang begitu semangat kompak berdedikasi, kalah menang itu biasa tapi bagi kami kalian juaranya kerena berani menerima kekalahan dengan lapang dada, seni adalah rasa yang jujur oleh karena itu mengedepankan kejujuran yang dipertunjukan adik2 sanagtalah mengagumkan dan ini sungguh mahal harganya semoga akan membawa Seni Karawitan Gita Nirwana SMA Negeri 1 Pacitan akan mendapatkan kemuliaan. Amin.

Posting Komentar